Pertama kali saya mengenal KRL
hanya dari suaranya nggejese..nggejess...nggejess. Suaranya terdengar sangat
menggangu tidurku diwaktu subuh ketika menginap pertama kali di kos-an teman.
Gimana yaa, relnya aja cuma berjarak 15 meter dari kos-an itu.
Namun nasib membawaku kembali
ketemu dengan KRL dan harus menaikinya setiap hari untuk berangkat dan pulang
kerja, karena terpaksa ngekos di tempat temenku itu lagi. Ceritanya, biar
sedikit ngiriiitt.
Apa daya karena gaji yang
nge-pas, alhasil KRL yang dinaiki saban hari hanya bisanya KRL Ekonomi. Mau
naik yang AC (dahulu), eh itu KRL enggak mau berhenti di stasiun tujuanku. Kata
peraturannya, KRL AC hanya berhenti di stasiun-stasiun tertentu. Trus, tarifnya
jauh melompat dari tarif KRL Ekonomi yang terpaksa ku naikin. Kok bisa ya, dari
Rp 1.500,- tarif KRL Ekonomi, eeh... KRL AC malah Rp 9.000,-. Waduh mana
tahaaannn, berat diongkos.
Jadilah saya naik KRL Ekonomi.
Karena belum ngerti jadwal, jadi biasanya asal naik begitu ada yang datang.
Melihat atapers-nya, membuatku langsung sadar, kayaknya butuh perjuangan berat
layaknya mendaki gunung nih, pikirku. Namun ternyata perkiraanku “salah besar”.
Perjuangannya lebih susah dan diikuti sesak napas daripada berjalan selangkah
demi selangkah ketika mendaki gunung berapi. Belum juga berhenti, ada yang
sudah mau turun dan mau naik ke dalam KRL. Jadi antrian tidak laku disini.
Siapa yang mau dapat posisi “nyaman”, maka cepatlah merangsek masuk. Lanjutkan
dengan upaya mendorong, terus gunakan setidaknya satu kaki untuk mengambil
tempat ke dalam KRL. Loh kok cuma satu kaki? Lah iya, karena itu semacam tanda
- yang penting kita sudah masuk KRL. Enggak kebayangkan masuk angkutan kota
hanya nangkring berdiri cuma dengan satu kaki. Dulunya emang engggak, tetapi
dengan KRL inilah aku mengenal hal ini dan hal-hal lainnya yang sangat
menakjubkan...wuidiiih “jangan dibayangin yang indah-indah ya”.
Kalau dibuat list-nya, maka ini
adalah pengetahuan mendasar yang ga akan didapat di bangku sekolahan yang suka
ditulisin loh. Ini dia :
1.Bau manusia ternyata sangat
beragam heuumm..., bukan karena parfumnya, bau pewangi pakaian, ataupun
keringatnya. Apakah karena Indonesia yang diciptakan sangat beragam dengan
berbagai suku bangsa, golongan, agama, budaya dan makanan tradisionalnya, maka
bau manusia yang ada di dalam KRL pun macam-macam. Kalo tadi pagi ada yang makan
jengkol, pasti deh napas-napas yang berhembus huuffpp, belum lagi bau yang suka
merokok, bau ketek yang ga ada deodorannya, hingga bau makanan dan hewan yang
ditaruh di dalam bakul penjual pikulan.
2.Sifat manusia yang “sadis”,
baik dan baik sekaliii, cerewet, suka menggerutu dan bahkan sifat pelawak ada
di dalam KRL. Biar yang naik adalah mereka yang cuma bisa makan sekali sehari
aja udah untung, tetapi jangan ini dijadikan parameter untuk mengukur sifat
penumpang KRL Ekonomi ya. Kalo yang baiikkk sekaliiii adalah mereka yang
bersedia memberikan dan berbagi tempat duduk dengan penumpang lainnya. Kalo
naik KRL AC, wiiih, minta geser aja susah, apalagi meminta ruang yang dipake
para penumpang yang dengan seenaknya pake kursi lipat tanpa memikirkan
keretanya sudah penuh penumpang.
Bagi para atapers pun begitu, mau
kenal ataupun tidak, penumpang yang sudah berada di atap akan membantu
penumpang yang akan naik ke atas. Masalah sulit atau kemungkinan terpanggang di
atap, urusan nanti. Para atapers tidak masalah tuh. Nah untuk saya sendiri,
saya sekalian menyampaikan di dalam tulisan ini : “terimakasih
banyaaakkk”...karena ada atapers-lah, maka saya masih bisa mendapatkan “ruang”
di dalam KRL ekonomi selama ini.
3.Aku jadi mengenal wilayah
Jabodetabek karena KRL. Walopun dulu Ilmu Geografiku bagus, kalo urusan pergi
kemana, aku hanya tau diantar dan dijemput tanpa mengenal berangkat dari mana –
trus mau kemana. Walo bukan asli wilayah sini, tetapi aku lebih mengetahui
jalan-jalan di sini daripada di kampung asalku, semuanya karena adanya KRL ini.
Karena KRL bisa menjangkau tempat-tempat yang jauh tanpa harus
merogoh kantong terlalu dalam, aku bisa berjalan-jalan di kota besar seperti di
Jakarta. Aku bisa berangkat wawancara untuk melamar kerja ke tempat-tempat
yang ada stasiunnya (sebelum kerja di tempat sekarang). Aku terpaksa dan
akhirnya menjadi sangaattt suka membaca peta dan hebatnya adalah: AKU ADALAH
PENUNJUK JALAN KE IBUKOTA bagi teman-teman satu kos-an. Dalam hal ini – boleh
bangga donk walau enggak dapat trofi juara hehehe...
Nah selain dari list di atas,
masih banyak sebenarnya yang aku dapatkan ketika naik KRL khususnya KRL
ekonomi. Banyak suka dan duka yang ku alami dan ku anggap sebagai pengalaman
berharga sebagai penumpang KRL.
Untuk itu aku punya harapan yang
sangaaattt besar sambil berkhayal begini : seandainya setiap kali satu
perjalanan KRL, Lokomotif KRL bisa menarik banyak gerbong yang dibuat secara
bertingkat layaknya bus bertingkat dan pesawat Airbus jenis berpenumpang
ratusan orang. Jadi listrik aliran atasnya ditinggiin lagi, trus gerbong yang
ditarik ke belakang dengan jumlah yang sama seperti sekarang. Bedanya adalah,
gerbong-gerbong ini langsung dibagi dan disusun sesuai kelas tarifnya, sehingga
dalam satu kali perjalanan, mau penumpang berdasi dan wangi, penumpang yang
bisa makan dua kali sudah hebat banget (itu judulnya), hingga penjual pikulan
dan penjual asongan yang memiliki ruang untuk meletakkan dagangannya, pada
waktu bersamaan dapat berangkat sampai di tujuan. Masalah pembagian ruang
gerbongnya, diharapkan PT. KAI bisa tetap memperhatikan rasa perikemanusian dan
perikeadilannya. Masalahnya tidak mungkin? Yaaa sampai kapanpun semua hal tidak
akan mungkin kalo PT. KAI berpikiran seperti itu.
Jadi marilah kita berkhayal
barang sejenak saja...seandainya KRL khususnya ekonomi, bisa dinaikin orang
kecil tetapi tetap dapat menghirup udara segar, karena KRL yang berangkat
selalu memiliki ruang yang cukup bagi orang-orang yang dipenuhi dengan berbagai
pikiran mengenai permasalahan hidupnya masing-masing...Semoga...amin..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar